SEKILAS HUKUM BERMADZHAB

Saturday, October 24, 2009

SEKILAS HUKUM BERMADZHAB
Oleh : Ujang Romi

Pendahuluan

Segala puji hanyalah milik Allah Swt, yang telah memberikan kepada kita semua ni’mat kesehetan jasmani, rohani sehingga dengan itu kita dapat mengikuti kajian rutin al-mujaddid bulanan. Semoga dengan itu kita mendapatkan tambahan ilmu dan pahala yang setimpal dari Allah Swt, amin.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda revolusi islam Nabi Muhammad Saw, yang telah berjuang menegakan agama Allah Swt diatas muka bumi ini sehingga kita dapat menikmati hasil perjuangannya, dengan mengikuti apa yang diajarkan oleh rasul kepada kita.

Al-Qur’an adalah wahyu Allah Swt yang di turunkan kepada Nabi Muhammmad Saw, yang mana didalamnya terdapat hukum-hukum yang harus dipelajari, diketahui dan diamalkan oleh umat manusia sebagai dasar pegangan ibadah kepada Allah Swt.
Allah swt memerintahkan kepada kita untuk memahami ma’na kandungan al-Qur’an, sehingga kita dapat mengerti tentang suatu hukum permasalahan mengenai ibadah kepada Allah Swt.

Setelah wafatnya Rasulullah Saw atau dimasa sahabat, tabi’in dan tabiuttabi’in lahirlah mujtahid-mujtahid islam yang rela mencurahkan pikirannya demi tercapainya suatu tujuan yaitu menggali hukum-hukum dari Al-qur’an dan hadis sebagai sandaran ibadah, mereka semua merupakan orang-orang yang mempunyai pikiran berlian, mendalami ilmu dengan sungguh-sungguh, belajar tanpa mengenal waktu, diantara mujtahid yang terkenal hingga saat ini yaitu imam-imam madzhab, seperti ; Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Safi’i, Imam Ahmad dll.

Macam-Macam Madzhab

Sebelum mengetahui macam-macam madzhab alangkah baiknya kita ketahui dulu apa madzhab itu?
Madzhab menurut bahasa artinya : jalan untuk mencapai suatu tempat tertentu, sedangkan menurut istilah : hukum-hukum yang mengandung suatu permasalahan . Atau dalam kata lain madzhab adalah : pandangan dan pendapat para mujtahid dalam menafsirkan sesuatu undang-undang atau peraturan allah dari dalam al-qur’an dan al-hadis.

1. Madzhab Imam Abu Hanifah ( 80-150 H.)

Namanya Annu’man bin Tsabit bin Zuwatho al-kufi, lahir di kufah tahun 80 H. dan meninggal pada tahun 150 H. hidup pada masa daulah umawiyah dan abasiyyah, ia termasuk atbaut tabii’n, dikatakan pula termasuk tabiin karena bertemu dengan sahabat Annas bin Malik, dan merupakan imam ahlu ra’yi dan paqih ahlu iraq.

Murid-muridnya yang terkenal :

a. Abu Yusuf, Ya’qub bin Ibrahim Al-kufi (113-182 H.) ia merupakan qodhi qudhath di masa Harun Arrasyid, dan termasuk syekh akbar madzhab Imam Hanafi.

b. Muhammad bin Hasan Assyaibani (132-189 H.)

c. Abu Hudail, Zafr bin Hudail bin Kais Al-kufi (110-158 H.)

d. Hasan bin Ziyad Al-lu’lu (wafat tahun 204 H. )

2. Madzhab Imam Malik ( 93-179 H.)

Namanya Malik bin Annas bin Abi Amir Al-ashbahi, lahir dimasa Walid bin Abdul Malik dan meninggal dimasa Harun Arrasyid di Madinah. Hidup dimasa daulah Umawiyah dan Abasiyyah, mencapai kemajuanya dimasa daulah Abasiyyah.

Murid-muridnya yang terkenal :

1. Yang berasal dari Mesir : Abu Abdillah, Abdurrahman bin Qosim (wafat tahun 191 H.), Abu Muhammad, Abdullah bin Wahab bin Muslim (125-197 H.), Asyhab bin Abdul Aziz Al-qoisi (150-204 H.), Abu Muhammad, Abdullah bin Abdul Hakim ( wafat tahun 214 H.), Asbagh bin Farj ( wafat tahun 225 H.), Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakim ( wafat tahun 268 H.), Muhammad bin Ibrahim Al-iskandari bin Ziyad ( wafat tahun 269 H.).

2. Yang berasal dari Afrika Selatan dan Andalusia : Abu Hasan, Ali bin Ziyad At-tunisi ( wafat tahun 183 H.), Abu Abdillah, Ziyad bin Abdurrahman Al-qurtubi ( wafat tahun 193 H.), Isa bin Dinar Al-qurtubi ( wafat tahun 212 H.), Asad bin Firat bin Sanan Attunisi (145-213 H.), Yahya bin Yahya bin Kasir Allaisi ( -234 H.), Abdul Malik bin Habib bin Sulaiman Assulaimi ( wafat tahun 238 H.), Sahnun, Abdussalam bin Said Attanukhi ( wafat tahun 240 H.).

3. Madzhab Imam Safi’I ( 150-204 H.)

Namanya Abu Abdillah Muhammad bin Idris Al-quraisi Al-hasyimi Al-mutholibi bin Abas bin Usman bin Syafi’i, nasabnya bertemu dengan Rasulullah di kakeknya yaitu Abdul Manaf, lahir di Palestina ( Syam ) pada tahun 150 H. tahun wafatnya Imam Abu Hanifah dan meninggal pada tahun 204 H.
Murid-muridnya yang terkenal :

1.Yusuf bin Yahya Al-buwaithi, Abu Ya’qub ( wafat tahun 231 H. ).

2. Abu Ibrahim, Ismail bin Yahya Al- mazani ( wafat tahun 264 H. ).

3. Arrabi bin Sulaiman bin Abdul Jabar Al-maradi ( wafat tahun 270 H. ).

4. Harmalah bin Yahya bin Harmalah ( wafat tahun 266 H. ).

5. Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakim ( wafat tahun 268 H. ).

4. Madzhab Imam Ahmad bin Hambal ( 164-241 H.)

Namanya Abu Abdillah, Ahmad bin Hambal bin Hilal bin Asad Assyaibani, lahir dan tumbuh besar di Baghdad pada tahun 164 H, dan meninggal dunia pada bulan rabiul awal 241 H.
Murid-muridnya yang terkenal :

1. Sholih bin Ahmad bin Hambal ( wafat tahun 266 H. )

2. Abdullah bin Hambal ( 213-290 H. )

3. Al-asram, Abu Bakar, Ahmad bin Muhammad bin Hani Al-khurasan Al-baghdadi (wafat tahun 273 H.).

4. Abdul Malik bin Abdul Hamid bin Mahron Al-maimuni ( wafat tahun 274 H. ).

5. Ahamad bin Muhammad bin Hajaj, Abu Bakar Al-marawdi ( wafat tahun 274 H.).

6. Harb bin Ismail Al-handoli Al-karmani ( wafat tahun 280 H. ).

7. Ibrahim bin Ishaq Al-harbi, Abu Ishaq ( wafat tahun 285 H. ).

Hukum Bermadzhab

Dalam hal ini ada dua permasalahan yang sangat penting, pertama tentang haruskah kita bermadzhab atau kita boleh mengambil mana saja yang kita anggap mudah, atau sebaliknya, kedua mengenai masalah haruskah kita berkomitmen terhadap madzhab tertentu atau sebaliknya.

Haruskah kita bermadzhab

1. Wajib

Memang tidaka ada dalil shoreh yang menjelaskan tentang wajibnya bermadzhab, tetapi bermadzhab merupakan penambah kesempurnaan ibadah kita kepada Allah Swt. dalam qaidah : ma la yatimul wajib illa bihi fahuwa wajibun.

Imam Syahid Hasan Al-bana berkata : Setiap muslim yang tidak sampai ke tingkat peneliti dalil-dalil hukum (mujtahid) hendaknya mengikuti imam-imam sambil berusaha belajar sesuai dengan kemampuannya dalam memahami dalil-dalil, dan hendaknya menerima petunjuk yang disertai dengan dalil apabila yakin dengan kebaikan dan orang yang memberi petunjuk kepadanya. Dan apabila mampu dalam ilmunya hendaknya berusaha untuk menutupi kekurangannya sehingga memahami dalil.

2. Tidak wajib (tidak terlarang)

Bermadzhab tidak wajib dikarenakan adanya dalil-dalil yang menjelaskan tentang wajibnya mengikuti sesuatu yang datang dari Rasulullah Saw yang terjaga dari kesalahan, sedangkan selain yang datang dari rasul tidak wajib untuk mengikutinya.

Kesimpulannya ; tidak bermadzhab itu tidak apa-apa (tidak dilarang), asal kita tahu bagaimana cara mengambil hukum dari Al-qur’an dan As-sunnah dengan mendalami semua ilmu yang mendukung penggalian hukum tersebut, dan bahkan kita dianjurkan untuk terus belajar ilmu Al-qur’an dan As-sunnah. Akan tetapi kita juga dapat dikenai kewajiban untuk mengikuti madzhab apabila kita tidak punya kemampuan ilmu yang cukup untuk menggali hukum Al-qur’an dan As-sunnah agar kita dapat beribadah dengan benar, karena pendapat-pendapat dan ajaran-ajaran ulama-ulama madzhab tersebut telah teruji dan diakui oleh berbagai kalangan hingga saat ini.

Apakah bersalah jika sesorang tidak mengikuti mazhab fiqh tetapi berpanduan kepada Al-quran dan As-sunnah
Jawab:
Ini adalah jalan yang paling baik sekali. Maksudnya, terus untuk mengistinbath (menggali) hukum dari Al-quran dan As-sunah tanpa bertaqlid kepada ulama-ulama atau madzhab-madzhab tertentu. Namun, jangan lupa, sebelum itu kita hendaknya melengkapi diri dengan ilmu-ilmu berikut ini :

1. Mengetahui nash-nash al-qur’an yang berkaitan dengan hukum-hukum syari’at.
2. Mengetehui hadis-hadis hukum.
3. Mengetahui nasikh dan mansukh dari Al-qur’an dan Hadis.
4. Mengetahui masalah-masalah Ijma.
5. Mengetahui wajah-wajah Qiyas dan syarat-syaratnya, Illat hukum, cara Istitinbath dari nash, mengetahui maslahat manusia dan Ushul Syara Kuliyyah.
6. Mengetahui Ilmu Bahasa Arab dan cabang-cabangnya, seperti ; Ilmu Nahwu, Sharaf, Ma’ani, Bayan, Badi dll.
7. Alim dalam bidang Ilmu Ushul Fiqh.
8. Mengetahui Maqashid Syariat dalam mengistinbath hukum.

Setelah benar-benar menguasai 8 macam di atas, barulah boleh menggali terus hukum dari Al-quran dan As-sunnah tanpa bertaqlid atau ittiba' kepada ulama/mazhab tertentu.

Malahan, jika seseorang itu benar-benar menguasai 8 macam di atas, maka menurut jumhur ulama tidak boleh bertaqlid kepada orang lain. Kerana dia sudah mencapai derajat mujtahid. Dan, mujtahid juga mempunyai berbagai taraf tinggi rendahnya berdasarkan penguasaan mereka terhadap 8 macam di atas.
Haruskah kita berkomitmen terhadap madzhab tertentu

1. Wajib berkomitmen terhadap madzhab tertentu karena keyakinan yang hak, maka wajib melaksanakan sesuatu sesuai dengannya.

2. Para ulama berpendapat tidak adanya paksaan mengikuti imam tertentu dalam setiap permasalahan yang terjadi, tetapi boleh mengikuti imam mujtahid yang sesuai dengan keyakinan kita, meskipun kita berpegang terhadap madzhab tertentu, seperti berpegang madzhab Abu Hanifah atau lainya, kita tidak wajib berkomitmen terhadapnya tetapi dibolehkan kita untuk berpindah madzhab lain, karena sesungguhnya Allah Swt memerintahkan untuk mengikuti ulama dengan tanpa ketentuan. Allah berfirman : yang artinya : "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu jika kamu tidak mengetahuinya." (Al-Anbiya :7)

Imam Ibnu Taimiyah berkata : tidak wajib bagi seorang muslim bertaqlid terhadap perktataan imam tertentu dalam setiap permasalahan, dan tidak wajib berkomitmen terhadap madzhab tertentu, karena setiap manusia boleh diikuti dan ditinggalkan pendapatnya kecuali Rasulullah Saw.

Penutup

Perbedaan bukanlah sesuatu yang menyebabkan perpecahan dan perdebatan umat tetapi merupakan rahmat Allah Swt yang dilimpahkan kepada kita sebagai bukti bahwa agama itu mudah dan tidak mempersulit diri manusia, karena tujuan maqosid syariat yaitu untuk menjaga kemaslahatan manusia.
Imam Syahid Hasan Al-bana berkata : perselisihan dalam masalah cabang fiqh tidak sepatutnya menjadikan perpecahan dalam agama dan tidak patut pula membawa kepada perpecahan dan permusuhan, setiap mujtahid memperoleh balasan, tidak ada halangan dalam mentahkik ilmu (menjelaskan) masalah perbedaan dengan kasih sayang karena Allah Swt, dan bekerjasama dalam menyampaikan kebenaran tanpa membawa kepada pertengkaran dan ketaa’suban.

Demikianlah sekelumit yang penulis sampaikan pada makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan masukan dari peserta diskusi. Semoga bermanfa’at bagi kita semua dan menjadikan motivasi untuk lebih terus mendalami ilmu agama, amin. wallahu a’lam bi showab.



0 comments:

Post a Comment