SEKILAS HUKUM BERMADZHAB

Saturday, October 24, 2009
SEKILAS HUKUM BERMADZHAB
Oleh : Ujang Romi

Pendahuluan

Segala puji hanyalah milik Allah Swt, yang telah memberikan kepada kita semua ni’mat kesehetan jasmani, rohani sehingga dengan itu kita dapat mengikuti kajian rutin al-mujaddid bulanan. Semoga dengan itu kita mendapatkan tambahan ilmu dan pahala yang setimpal dari Allah Swt, amin.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda revolusi islam Nabi Muhammad Saw, yang telah berjuang menegakan agama Allah Swt diatas muka bumi ini sehingga kita dapat menikmati hasil perjuangannya, dengan mengikuti apa yang diajarkan oleh rasul kepada kita.

Al-Qur’an adalah wahyu Allah Swt yang di turunkan kepada Nabi Muhammmad Saw, yang mana didalamnya terdapat hukum-hukum yang harus dipelajari, diketahui dan diamalkan oleh umat manusia sebagai dasar pegangan ibadah kepada Allah Swt.
Allah swt memerintahkan kepada kita untuk memahami ma’na kandungan al-Qur’an, sehingga kita dapat mengerti tentang suatu hukum permasalahan mengenai ibadah kepada Allah Swt.

Setelah wafatnya Rasulullah Saw atau dimasa sahabat, tabi’in dan tabiuttabi’in lahirlah mujtahid-mujtahid islam yang rela mencurahkan pikirannya demi tercapainya suatu tujuan yaitu menggali hukum-hukum dari Al-qur’an dan hadis sebagai sandaran ibadah, mereka semua merupakan orang-orang yang mempunyai pikiran berlian, mendalami ilmu dengan sungguh-sungguh, belajar tanpa mengenal waktu, diantara mujtahid yang terkenal hingga saat ini yaitu imam-imam madzhab, seperti ; Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Safi’i, Imam Ahmad dll.

Macam-Macam Madzhab

Sebelum mengetahui macam-macam madzhab alangkah baiknya kita ketahui dulu apa madzhab itu?
Madzhab menurut bahasa artinya : jalan untuk mencapai suatu tempat tertentu, sedangkan menurut istilah : hukum-hukum yang mengandung suatu permasalahan . Atau dalam kata lain madzhab adalah : pandangan dan pendapat para mujtahid dalam menafsirkan sesuatu undang-undang atau peraturan allah dari dalam al-qur’an dan al-hadis.

1. Madzhab Imam Abu Hanifah ( 80-150 H.)

Namanya Annu’man bin Tsabit bin Zuwatho al-kufi, lahir di kufah tahun 80 H. dan meninggal pada tahun 150 H. hidup pada masa daulah umawiyah dan abasiyyah, ia termasuk atbaut tabii’n, dikatakan pula termasuk tabiin karena bertemu dengan sahabat Annas bin Malik, dan merupakan imam ahlu ra’yi dan paqih ahlu iraq.

Murid-muridnya yang terkenal :

a. Abu Yusuf, Ya’qub bin Ibrahim Al-kufi (113-182 H.) ia merupakan qodhi qudhath di masa Harun Arrasyid, dan termasuk syekh akbar madzhab Imam Hanafi.

b. Muhammad bin Hasan Assyaibani (132-189 H.)

c. Abu Hudail, Zafr bin Hudail bin Kais Al-kufi (110-158 H.)

d. Hasan bin Ziyad Al-lu’lu (wafat tahun 204 H. )

2. Madzhab Imam Malik ( 93-179 H.)

Namanya Malik bin Annas bin Abi Amir Al-ashbahi, lahir dimasa Walid bin Abdul Malik dan meninggal dimasa Harun Arrasyid di Madinah. Hidup dimasa daulah Umawiyah dan Abasiyyah, mencapai kemajuanya dimasa daulah Abasiyyah.

Murid-muridnya yang terkenal :

1. Yang berasal dari Mesir : Abu Abdillah, Abdurrahman bin Qosim (wafat tahun 191 H.), Abu Muhammad, Abdullah bin Wahab bin Muslim (125-197 H.), Asyhab bin Abdul Aziz Al-qoisi (150-204 H.), Abu Muhammad, Abdullah bin Abdul Hakim ( wafat tahun 214 H.), Asbagh bin Farj ( wafat tahun 225 H.), Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakim ( wafat tahun 268 H.), Muhammad bin Ibrahim Al-iskandari bin Ziyad ( wafat tahun 269 H.).

2. Yang berasal dari Afrika Selatan dan Andalusia : Abu Hasan, Ali bin Ziyad At-tunisi ( wafat tahun 183 H.), Abu Abdillah, Ziyad bin Abdurrahman Al-qurtubi ( wafat tahun 193 H.), Isa bin Dinar Al-qurtubi ( wafat tahun 212 H.), Asad bin Firat bin Sanan Attunisi (145-213 H.), Yahya bin Yahya bin Kasir Allaisi ( -234 H.), Abdul Malik bin Habib bin Sulaiman Assulaimi ( wafat tahun 238 H.), Sahnun, Abdussalam bin Said Attanukhi ( wafat tahun 240 H.).

3. Madzhab Imam Safi’I ( 150-204 H.)

Namanya Abu Abdillah Muhammad bin Idris Al-quraisi Al-hasyimi Al-mutholibi bin Abas bin Usman bin Syafi’i, nasabnya bertemu dengan Rasulullah di kakeknya yaitu Abdul Manaf, lahir di Palestina ( Syam ) pada tahun 150 H. tahun wafatnya Imam Abu Hanifah dan meninggal pada tahun 204 H.
Murid-muridnya yang terkenal :

1.Yusuf bin Yahya Al-buwaithi, Abu Ya’qub ( wafat tahun 231 H. ).

2. Abu Ibrahim, Ismail bin Yahya Al- mazani ( wafat tahun 264 H. ).

3. Arrabi bin Sulaiman bin Abdul Jabar Al-maradi ( wafat tahun 270 H. ).

4. Harmalah bin Yahya bin Harmalah ( wafat tahun 266 H. ).

5. Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakim ( wafat tahun 268 H. ).

4. Madzhab Imam Ahmad bin Hambal ( 164-241 H.)

Namanya Abu Abdillah, Ahmad bin Hambal bin Hilal bin Asad Assyaibani, lahir dan tumbuh besar di Baghdad pada tahun 164 H, dan meninggal dunia pada bulan rabiul awal 241 H.
Murid-muridnya yang terkenal :

1. Sholih bin Ahmad bin Hambal ( wafat tahun 266 H. )

2. Abdullah bin Hambal ( 213-290 H. )

3. Al-asram, Abu Bakar, Ahmad bin Muhammad bin Hani Al-khurasan Al-baghdadi (wafat tahun 273 H.).

4. Abdul Malik bin Abdul Hamid bin Mahron Al-maimuni ( wafat tahun 274 H. ).

5. Ahamad bin Muhammad bin Hajaj, Abu Bakar Al-marawdi ( wafat tahun 274 H.).

6. Harb bin Ismail Al-handoli Al-karmani ( wafat tahun 280 H. ).

7. Ibrahim bin Ishaq Al-harbi, Abu Ishaq ( wafat tahun 285 H. ).

Hukum Bermadzhab

Dalam hal ini ada dua permasalahan yang sangat penting, pertama tentang haruskah kita bermadzhab atau kita boleh mengambil mana saja yang kita anggap mudah, atau sebaliknya, kedua mengenai masalah haruskah kita berkomitmen terhadap madzhab tertentu atau sebaliknya.

Haruskah kita bermadzhab

1. Wajib

Memang tidaka ada dalil shoreh yang menjelaskan tentang wajibnya bermadzhab, tetapi bermadzhab merupakan penambah kesempurnaan ibadah kita kepada Allah Swt. dalam qaidah : ma la yatimul wajib illa bihi fahuwa wajibun.

Imam Syahid Hasan Al-bana berkata : Setiap muslim yang tidak sampai ke tingkat peneliti dalil-dalil hukum (mujtahid) hendaknya mengikuti imam-imam sambil berusaha belajar sesuai dengan kemampuannya dalam memahami dalil-dalil, dan hendaknya menerima petunjuk yang disertai dengan dalil apabila yakin dengan kebaikan dan orang yang memberi petunjuk kepadanya. Dan apabila mampu dalam ilmunya hendaknya berusaha untuk menutupi kekurangannya sehingga memahami dalil.

2. Tidak wajib (tidak terlarang)

Bermadzhab tidak wajib dikarenakan adanya dalil-dalil yang menjelaskan tentang wajibnya mengikuti sesuatu yang datang dari Rasulullah Saw yang terjaga dari kesalahan, sedangkan selain yang datang dari rasul tidak wajib untuk mengikutinya.

Kesimpulannya ; tidak bermadzhab itu tidak apa-apa (tidak dilarang), asal kita tahu bagaimana cara mengambil hukum dari Al-qur’an dan As-sunnah dengan mendalami semua ilmu yang mendukung penggalian hukum tersebut, dan bahkan kita dianjurkan untuk terus belajar ilmu Al-qur’an dan As-sunnah. Akan tetapi kita juga dapat dikenai kewajiban untuk mengikuti madzhab apabila kita tidak punya kemampuan ilmu yang cukup untuk menggali hukum Al-qur’an dan As-sunnah agar kita dapat beribadah dengan benar, karena pendapat-pendapat dan ajaran-ajaran ulama-ulama madzhab tersebut telah teruji dan diakui oleh berbagai kalangan hingga saat ini.

Apakah bersalah jika sesorang tidak mengikuti mazhab fiqh tetapi berpanduan kepada Al-quran dan As-sunnah
Jawab:
Ini adalah jalan yang paling baik sekali. Maksudnya, terus untuk mengistinbath (menggali) hukum dari Al-quran dan As-sunah tanpa bertaqlid kepada ulama-ulama atau madzhab-madzhab tertentu. Namun, jangan lupa, sebelum itu kita hendaknya melengkapi diri dengan ilmu-ilmu berikut ini :

1. Mengetahui nash-nash al-qur’an yang berkaitan dengan hukum-hukum syari’at.
2. Mengetehui hadis-hadis hukum.
3. Mengetahui nasikh dan mansukh dari Al-qur’an dan Hadis.
4. Mengetahui masalah-masalah Ijma.
5. Mengetahui wajah-wajah Qiyas dan syarat-syaratnya, Illat hukum, cara Istitinbath dari nash, mengetahui maslahat manusia dan Ushul Syara Kuliyyah.
6. Mengetahui Ilmu Bahasa Arab dan cabang-cabangnya, seperti ; Ilmu Nahwu, Sharaf, Ma’ani, Bayan, Badi dll.
7. Alim dalam bidang Ilmu Ushul Fiqh.
8. Mengetahui Maqashid Syariat dalam mengistinbath hukum.

Setelah benar-benar menguasai 8 macam di atas, barulah boleh menggali terus hukum dari Al-quran dan As-sunnah tanpa bertaqlid atau ittiba' kepada ulama/mazhab tertentu.

Malahan, jika seseorang itu benar-benar menguasai 8 macam di atas, maka menurut jumhur ulama tidak boleh bertaqlid kepada orang lain. Kerana dia sudah mencapai derajat mujtahid. Dan, mujtahid juga mempunyai berbagai taraf tinggi rendahnya berdasarkan penguasaan mereka terhadap 8 macam di atas.
Haruskah kita berkomitmen terhadap madzhab tertentu

1. Wajib berkomitmen terhadap madzhab tertentu karena keyakinan yang hak, maka wajib melaksanakan sesuatu sesuai dengannya.

2. Para ulama berpendapat tidak adanya paksaan mengikuti imam tertentu dalam setiap permasalahan yang terjadi, tetapi boleh mengikuti imam mujtahid yang sesuai dengan keyakinan kita, meskipun kita berpegang terhadap madzhab tertentu, seperti berpegang madzhab Abu Hanifah atau lainya, kita tidak wajib berkomitmen terhadapnya tetapi dibolehkan kita untuk berpindah madzhab lain, karena sesungguhnya Allah Swt memerintahkan untuk mengikuti ulama dengan tanpa ketentuan. Allah berfirman : yang artinya : "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu jika kamu tidak mengetahuinya." (Al-Anbiya :7)

Imam Ibnu Taimiyah berkata : tidak wajib bagi seorang muslim bertaqlid terhadap perktataan imam tertentu dalam setiap permasalahan, dan tidak wajib berkomitmen terhadap madzhab tertentu, karena setiap manusia boleh diikuti dan ditinggalkan pendapatnya kecuali Rasulullah Saw.

Penutup

Perbedaan bukanlah sesuatu yang menyebabkan perpecahan dan perdebatan umat tetapi merupakan rahmat Allah Swt yang dilimpahkan kepada kita sebagai bukti bahwa agama itu mudah dan tidak mempersulit diri manusia, karena tujuan maqosid syariat yaitu untuk menjaga kemaslahatan manusia.
Imam Syahid Hasan Al-bana berkata : perselisihan dalam masalah cabang fiqh tidak sepatutnya menjadikan perpecahan dalam agama dan tidak patut pula membawa kepada perpecahan dan permusuhan, setiap mujtahid memperoleh balasan, tidak ada halangan dalam mentahkik ilmu (menjelaskan) masalah perbedaan dengan kasih sayang karena Allah Swt, dan bekerjasama dalam menyampaikan kebenaran tanpa membawa kepada pertengkaran dan ketaa’suban.

Demikianlah sekelumit yang penulis sampaikan pada makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan masukan dari peserta diskusi. Semoga bermanfa’at bagi kita semua dan menjadikan motivasi untuk lebih terus mendalami ilmu agama, amin. wallahu a’lam bi showab.




Read more...

KLONING DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Friday, October 23, 2009
KLONING DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh : Ujang Romi

Pendahuluan

Manusia merupakan makhluk termulia ciptaan Allah Swt, yang diberi berupa akal pikiran dan perasaan, kedua macam ini yang dapat membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya, dan sekaligus sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah Swt dalam bentuk yang paling sempurna. Dengan akal manusia dapat berpikir, menyelesaikan suatu permasalahan, dapat memahami syariat yang diturunkan Allah Swt kepada manusia yang berupa Al-Qur'an dan Hadits.

Pada awal mulanya manusia (Nabi Adam dan Siti Hawa) bertempat tinggal di surga, tetapi setelah itu Allah Swt menurunkannya ke atas muka bumi karena mereka melanggar dengan melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah Swt. Dan setelah itu Allah Swt mengutus para rasul untuk mengajak umatnya beribadah kepadaNya, salah satunya utusan yang terakhir yaitu Nabi Muhammad Saw yang diberi wahyu Al-Qur’an al-karim sebagai undang-undang untuk mengatur kehidupan manusia.

Sebagai Thalibul Ilmi hendaknya kita mengetahui, mempelajari dan memahami suatu permasalahan yang mungkin jarang diketahui setiap orang, entah itu masalah yang baru terjadi zaman sekarang atau yang sudah lama, salah satunya yaitu kloning yang mungkin pada makalah yang sederhana ini, penulis akan menjelaskan sekilas tentang kloning yang menitik beratkan terhadap hukumnya dalam syariat islam.

Pengertian dan Sejarah kloning

kloning (Istinsakh) menurut Ulama ahli bahasa diambil dari kata naskh yang artinya gambaran yang sesuai dengan bentuk aslinya, atau nuskhah yang artinya gambar yang tertulis/tercetak. Dan banyak juga persamaan ma'na dengan kata istinsakh missal; al khalk (membuat/menciptakan), annasl (keturunan).
Sedangkan kloning menurut istilah yaitu; suatu teori biologi untuk menciptakan keturunan tanpa hubungan lawan jenis dengan menggunakan cara yang telah di tetapkan oleh para ilmuan.

Perjalanan sejarah munculnya istilah kloning itu mengalami dua phase (marhalah) yaitu; Marhalah Khayalil Ilmi, dan Marhalah Tajarub Ilmiah.
1. Marhalah Khayal Ilmi
2. Marhalah Tajarub Ilmiah

kloning adalah permaslahan baru, dan unik, yang sangat hangat sekali dibicarakan dan didiskusiakan di timur dan di barat. Keilmuan tentang kloning di publikasikan semenjak tahun 1995 M, di Timur dan di Barat sekaligus mendapat perhatian penuh, baik dari kalangan ahli kedokteran, para pakar ilmuan barat begitu juga para pemikir islam.

Bertepatan pada tanggal 23 Februari 1998 M, sekelompok pakar ilmu keturunan (genetika) Inggris tepatnya di sebuah Universitas Ruzilen yang di pimpin oleh seorang pakar yang bernama Iyan Whelemont, mereka berhasil melahirkan biri-biri betina lewat proses kloning, tanpa hubungan lawan jenis. Adapun cara yang digunakan ialah, dengan mengambil bibit biri-biri jantan yang sudah sampai usianya dan mengambil sel telur yang tidak mempunyai benih atau mandul (tidak subur) dari biri-biri lain, kemudian disuntikan kedalam rahim biri-biri yang sudah dikosongkan sel telurnya dengan menggunakan tenaga listrik. Setelah sempurna penyatuan sel telur dan bibit, kemudian dipindahkan janin hasil campuran dua biri-biri tersebut kedalam biri-biri ketiga.
Setelah sempurna masa kehamilan, maka lahirlah seekor anak biri-biri yang di beri nama dengan Doully.

Setelah mengetahui teori di atas, maka sangat mengherankan sekali kalau teori ini kita peraktekkan kepada manusia. Sebab melahirkan anak lewat proses semacam ini, sangat unik dan menarik perhatian para pakar ilmuan dan ulama-ulama di seluruh belahan dunia, untuk meneliti dan melihat hukumnya secara agama dan undang-undang.

Pemerintah Italia dan Prancis, melarang untuk memperaktekkan teori ini pada manusia atau hewan.
Pembagian kloning:
1. kloning pada Manusia.
2. kloning pada Hewan.
3. kloning pada Tumbuhan.

Ketiga kloning ini merupakan suatu cara pengembangbiakan keturunan dengan tanpa hubungan lawan jenis, melalui suatu teori yang telah diperaktekan oleh para pendahulu kita (ilmuwan), tapi tidak kemungkinan teori ini diterima oleh semua orang yang mungkin mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda terhadap masalah tersebut. Misal; kloning dalam ruang lingkup tumbuh-tumbuhan atau yang dikenal saat sekarang ini dengan istilah mencangkok, banyak orang yang telah melakukan cara tersebut dan sekaligus mereka menerimanya dengan baik, tujuannya untuk memperoleh apa yang diharapkan, contoh; untuk menghasilkan buah yang manis kita tinggal mencangkok pohon yang buahnya sudah terbukti manis.

Dan sebaliknya yaitu kloning manusia dan hewan yang kebanyakan orang tidak menerima teori tersebut, dikarenakan banyak negativnya dari pada positifnya, dan telah terbukti bahwa ilmuwan telah memperaktekan teori tersebut yang ternyata hasilnya tidak memuaskan (banyak kelemahan-kelemahannya) atau tidak berhasil samasekali.

Bentuk Praktek kloning pada Manusia dalam Pandangan Islam

Praktek kloning dalam Islam, ada tiga bentuk :
1. Bibit yang diambil adalah dari bibit sel telur yang sudah tidak berfungsi lagi (mandul), kemudian diambil bibit perempuan lain dan dicampurkan sesuai dengan proses yang telah kita sebutkan diatas.
2. Bibit sel telur yang diambil adalah bibit wanita itu sendiri.
3. Bibit diambil dari laki-laki.

Setelah sempurna praktek penyuburan sel telur dengan sperma lewat langkah-langkah teori ilmiah di atas, kita tinggal menungu hasil dari teori ini.

Hukumnya Menurut Pandangan Islam

Bentuk praktek yang pertama, hukumnya adalah haram dengan alasan dalil yaitu ; hubungan antara sesama wanita (lesbian) adalah haram, sesuai dengan dalil al-Qur'an dan Sunnah. Dengan demikian haram jugalah mencampurkan bibit wanita dengan sel telur wanita lain, untuk bisa hamil dan melahirkan anak. Hal ini dilarang dengan dalil isyarah; dalil isyarah ialah : lafadz dari nash yang menunjukkan satu hukum secara langsung atau mengikut hukum pertama yang dikandung oleh nash al-qur'an atau sunnah. Dalam al-qur'an Allah berfirman :

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ {5} إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ {6} فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ {7}

Artinya : dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barang siapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

Dalam sebuah Hadis, Rasul bersabda yang maksudnya: Apabila laki-laki bersetubuh dengan laki-laki (homoseksual) adalah zina dan apabila wanita bersetubuh denan wanita (lesbian) adalah zina.

Ayat dan Hadis di atas memerintahkan untuk memelihara kemaluan laki-laki maupun wanita dari yang haram, kecuali isteri atau budak belian yang mereka miliki. Wanita tidak boleh berhubungan dengan laki-laki, kecuali suami atau budak beliannya begitu juaga wanita dengan wanita (lesbian) atau laki-laki dengan laki-laki (homoseksual). sebab ini adalah termasuk pebuatan zina yang akan mengakibatkan bercampurnya nasab keturunan.

Bentuk praktek yang kedua, yaitu: mengambil bibit perempuan itu sendiri lalu dicampur dengan sel telurnya, hukumnya adalah haram juga. Adapaun dalilnya yang menunjukan keharamnnya, telah kita sebutkan di atas pada bentuk praktek pertama.

Bentuk praktek yang ketiga, yaitu: melahirkan lewat proses mengambil bibit dari sperma laki-laki lalu dicampurkan kedalam sel telur wanita, hukumnya ialah sebagi berikut:

1. Apabila bibit ini diambil dari seekor hewan, maka hukumnya adalah haram. Sebab ini menyia-nyiakan ciptaan Allah Swt. Dan diragukan akan lahir manusia, karena bisa jadi yang lahir nantinya makhluk selain manusia.

2. Apabila bibit diambil bukan dari suaminya, maka hukumnya juga haram. Sebab syariat Islam mengharamkan wanita melahirkan anak yang bukan hasil dari suaminya.

3. Apabila bibit diambil dari suaminya sendiri, maka hukumnya menurut Ustadz Duktur Raf'at Usman adalah tawaqquf.

Tawaqquf adalah istilah yang sering muncul dalam ilmu fiqih, karena dalil-dalil saling bertentangan satu dengan lainnya atau tidak mungkin memilih salah satu diantara pendapat yang berbeda. Maka kita tidak menghalalkan dan tidak mengharamkan melahirkan anak tanpa hubungan suami isteri (jima'), sebab kita belum dapat memastikan sifat dan cirri-ciri anak yang akan lahir lewat proses ini. Apakah seperti manusia biasa yang sehat jasmani dan rohani atau malah sebaliknya.

Apabila seorang suami impoten, baik disebabkan penyakit atau yang lain, sehingga tidak mungkin melakukan hubungan suami isteri dengan baik, sedang ia sangat merindukan seorang anak, apakah praktek ini dibolehkan baginya menurut hukum Islam? Apabial sudah dapat dipastikan akan lahir seorang manusia yang sempurna, maka praktek ini boleh dilakukan untuk pasangan suami isteri, dengan tiga ketentuan:

1. Bayi yang dilahirkan sempurna rohani dan jasmaninya dan tidak mengakibatkan dampak negative terhadap dirinya, keluarganya dan masyarakat sekitarnya.

2. Seorang suami tersebut betul-betul impoten, tidak mungkin sama sekali untuk mendapatkan anak, kecuali dengan praktek ini.

3. Praktek ini tidak boleh dilakukan lebih dari satu kali atau lebih dari seorang anak.
Dambaan suami isteri untuk mendapatkan seorang anak, menurut qawaaid usuliyah adalah termasuk perkara dharuri (penting) dan tidak menyalahi Al-Qur'an dan Sunnah.

Pandangan terhadap kloning

a. Pandangan Fiqih Islam terhadap kloning pada selain manusia
Syariat islam memuliakan akal dan mengajak untuk mengetahui suatu permasalahan dan tidak melarang suatu pembahasan ilmiah yang bertujuan untuk kemashlahatan manusia.
Menurut Fiqih Islam kloning pada manusia dan hewan tidak terlarang dan tidak berdosa selagi menjaga tidak adanya kemudharatan pada manusia dan hewan.

فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً وَمِنَ الْأَنْعَامِ أَزْوَاجاً يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ {11}

Artinya: (Allah) Pencipta langit dan bumi. Dia Menjadikan bagi kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, dan dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan (juga). Dijadikan-Nya kamu berkembangbiak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.

b. Pandangan Fiqih Islam terhadap kloning pada manusia
Meskipun dibolehkannnya kloning pada tumbuhan dan hewan dengan suatu syarat, misalnya untuk menambah nilai makanan dan untuk memenuhi kebutuhan manusia dijaman mendatang.
Ulama Fiqih sepakat bahwa kloning dalam ruang lingkup manusia tidak boleh, dengan dalil-dalil sebagai berikut:

1. Al-Qur'an

وَلأُضِلَّنَّهُمْ وَلأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأَنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّهِ وَمَن يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيّاً مِّن دُونِ اللّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَاناً مُّبِيناً {119}

Artinya: Dan pasti akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, (lalu mereka benar-benar memotongnya), dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah, (lalu mereka benar-benar mengubahnya). Barang siapa mnjadikan setan sebagai pelindung selain allah, maka sungguh, dia menderita kerugian yang nyata.

Ayat di atas melarang kepada manusia untuk merobah ciptaan Allah Swt, barang siapa yang melakukan hal tersebut berarti dia telah mengikuti jalan syetan, dan sesungguhnya syetan itu tidak merintah kepada kejelekan dan kemasiatan.
Dan ada juga ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang perintah Allah Swt kapada manusia untuk melaksanakan pernikahan dengan tujuan menghasilkan keturunan melalui hubungan antara suami istri.

وَاللّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَاجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ {72}
Artinya: Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dar pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?

2. Al Hadits

عن جا بر بن عبد الله رضي الله عنهما قا ل : قا ل رسو ل الله صلي الله عليه وسلم : لا ضر ولاضرار في الا سلا م ( رواه الطبراني)

3. Akal
kloning manusia ada yang bersifat juz'i; mengganti bagian tubuh yang sudah tidak berfungsi dengan anggota tubuh orang lain yang sudah tidak terpakai, dengan syarat menjaga kemashlahatan manusia.
Ada juga kloning yang bersifat kamil; membuat manusia dengan menggunakan teori seperti yang telah disebut diatas (tanpa malakukan hubungan suami istri).

4. Qowaid Fiqhiyah;

د رء المفا سد مقد م علي جلب المصا لح *
لاضر ر ولا ضرار*
* الضر ر لا يزا ل بمثله

Inti dari penjelasan kaidah ini bahwa syariat itu menjaga kemashlahatan manusia, ketika ada suatu permasalahan yaitu pertentangan antara kemashlahatan dan kemadharatan dan ternyata kemadharatnnya lebih besar maka yang harus didahulukan adalah mengambil kemashlahtan.

Fatwa Ulama tentang kloning

1. DR. Nashr Farid Wasil (mantan Mufti Negara Mesir) berkata: ulama telah sepakat bahwa kloning pada manusia tidak dibolehkan dari berbagai segi diantaranya; ilmiah, kedokteran, akhlak, syariat.
Allah SWT. telah memuliakan manusia dan telah menjadikannya sebagai khalifah di bumi.
Firman Allah Swt;

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً {70}

Artinya: Dan sungguh, Kami telah Memuliakan anak cucu Adam, dan Kami Angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami Beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami Lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami Ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.

2. DR. Abdul Mu'thi Payumi pengajar Aqidah Falsafah Universitas Al-Azhar berkata: Sesungguhnya telah ada dalam Qaidah Syari'yat:

ا ن ما زا د ضرره علي نفعه فهو حرا م

3. Syekh Ibnu Utsaimin berpendapat bahwa kloning itu merupakan besar-besarnya kerusakan di bumi, dan serendah-rendahnya hukuman bagi yang melakukannya yaitu potong tangan dan kaki secara silang (tangan kanan dan kaki kiri dan apabila melakukan lagi tangan kiri dan kaki kanan).

Hal yang perlu diketahui oleh umat manusia, bahwa Allah Swt menurunkan syariat islam mempunyai tujuan yang disebut dengan (Maqasid Asy-Sariah), yaitu untuk menjaga kemashlahatan, bukan untuk menimbulkan kemadharatan terhadap diri manusia.

Dalam Ilmu Ushul Fiqih terdapat istilah Mashlahah Al-Mursalah yang berarti mengambil suatu kemashlahatan/kebaiakan dan meninggalkan suatu kemudharatan/bahaya, atau dalam arti lain yaitu; suatu kemashlahatan yang tidak disinggung oleh syara' dan tidak pula terdapat dalil-dalil yang menyuruh untuk mengerjakan atau meninggalkannya, sedang jika dikerjakan akan mendatangkan kebaikan yang besar atau kemaslahatan.

Kalau kita lihat Imam-imam Madzhab dalam menggali hukum terhadap suatu permasalahan mereka sangat mementingkan kemashlahatan manusia dan tidak mempersulitnya, terlebih Imam Malik yang dikenal banyak mengambil maslahah dalam pengambilan hukumnya. Begitu juga Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Asy-Syathibi, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauzi dll.

Penutup

kloning merupakan masalah kontemporer yang mana para ulama dan ilmuan telah menjawabnya, terkhusus kloning pada manusia yang menjadi perhatian yang sangat serius.
Demikianlah sekelumit yang penulis sampaikan pada makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan masukan dari peserta diskusi. Semoga bermanfa’at bagi kita semua dan menjadikan motivasi untuk lebih terus mendalami ilmu agama, amin. wallahu a’lam bi showab.



Read more...

Segenggam Motivasi Kongkrit

Thursday, October 22, 2009
Segenggam Motivasi Kongkrit
Oleh: Egi Shofyan

Salam sejahtera !

Wahai saudaraku…dalam mengarungi samudra kehidupan ini, hal yang tak mungkin bisa di pungkiri adalah kita besentuhan dengan rasa letih, lesu, loyo,dan lemah. Keadaan tadi selalu menemani baik yang berhubungan dengan fisik, pikiran begitupun dengan batin kita. By The Way, mengapa hal ini masuk kedalam diri kita?, menyerang dalam tatanan kehidupan pribadi, organisasi, perkuliyahan, pergaulan dan lain sebagainya?

Adanya ketidak semangatan dalam hidup merupakan hal yang wajar sebagai fitrah manusia. Kita memperhatikan di sini, mengapa kita tidak punya power di saat permasalahan demi permasalahan menghampiri hidup ini? Kita tidak bisa memecahkan masalah, bahkan masalah ini terasa lebih besar ketimbang kemampuan kita. What's The Matter?, itu terjadi karena kekuatan kita tersembunyi atau kurang berfungsi.

Marilah kita sejenak merenung dan mencari mengapa power itu tidak muncul. Apa halangan, rintangan serta hambatan-hambatan yang di alami oleh seseorang sehingga powernya kurang berfungsi. Setidaknya ada empat penyebab, yaitu dua dari diri sendiri dan dua dari luar atau yang biasa kita kenal dengan faktor internal dan eksternal.

1). Penyebab internal yang pertama adalah adanya citra diri yang negatif. Di sadari ataupun tidak kita sudah menjalani hidup ini kurang lebih dua puluh tahun hingga sekarang dan tanpa terasa kita terhinggapi citra diri yang negatif. Parahnya lagi citra ini sudah menempel bukan saja bagi mahasiswa, namun bagi organisasi, dosen, orang tua, perusahaan dan lain sebagainya. Citra diri yang negatif ini sudah terbentuk dari kecil, yang membuat sulit untuk maju ke depan dengan maksimal.

Pernahkah Anda mengalami satu situasi dan kondisi yang mencekam ketika Anda duduk di SD, disaat pembagian raport mendapati nilainya sangat kurang baik dari apa yang di harapkan. Nilai merahnya lebih banyak di banding yang bukan merahnya, Tentunya perasaan malu, kecewa, sedih itu bercampur. Anda malu untuk menyerahkan raport itu pada orang tua. Namun akhirnya, Anda menyerahkan juga ke orang tua Anda, lalu, apa ekspresi wajah orang tua ketika melihat nilainya pada jeblok, tanpa di sadari orang tua Anda mengeluarkan kata-kata, misalkan: "memang kamu itu anak yang bodoh, kamu tuh tidak pintar". Tanpa di sadari kata-kata tadi terekam di dalam otak kita, akhirnya, ketika Anda dewasa mempunyai label "I'm Stupid". Jadi ketika Anda bangkit untuk maju, akan terbesit dalam pikiran Anda "Saya anak bodoh. Nah inilah citra diri yang negatif.

2). Penyebab internal kedua yaitu pengalaman buruk. Mungkin ada sebuah contoh yang bisa menggambarkan hal ini. Ketika Anda masih kecil, lalu di tinggalkan oleh kedua orang tua Anda begitu saja dan di titipkan ke nenek Anda, padahal di saat itu Anda membutuhkan perhatian, kasih sayang orang tua yang begitu besar. Pernahkah Anda mengalaminya? Dan bagaimana dengan perasaan Anda?

3). Kita memasuki penyebab yang ke tiga yaitu salah memilih teman, ada sebuah ungkapan yang menarik dari seorang filosof, "sebutkan teman-teman Anda, saya akan tebak siapa Anda". Apabila Anda memilih teman yang negatif maka Anda akan terbawa berpikiran yang negatif dan ketika Anda terbiasa berteman yang positif, maka Anda pun akan terbawa positif pula. Dan dalam ungkapan yang lain, "Anda yang sekarang akan sama dengan Anda 5 tahun mendatang kecuali dua hal yaitu: teman bergaul dan buku yang Anda baca.

Rasulallah memberikan nasehat kepada kita semua tentang cara memilih teman yang baik, di antaranya adalah yang pertama: sudahkah Anda bermalam di rumahnya?, karena setiap orang akan berpenampilan lain kalau di hadapkan pada kejadian-kejadian yang spontan. Misalkan seseorang ketika tersandung kakinya dengan batu, ada yang bersikap marah-marah, ada yang menggerutu dan ada yang berucap: "sesungguhnya kami dari Allah dan akan kembali kepada-NYA". Itulah sikap orang, berbeda-beda dalam menghadapi gelombang hidup ini. Yang ke dua kata Nabi, sudahkah engkau musafir (bepergian jauh) bersamanya?. Jadi, pada saat melakukan perjalanan dari Zagazig ke Kairo misalnya, maka sesuatu yang selama ini di sembunyikan akan terungkap, bisa jadi teman kita itu orangnya pemalas, orangnya semangat atau orangnya pelit dan sebagainya,

4). Ok, kita melihat penyebab yang ke empat, yaitu lingkungan yang buruk. Hidup ini tidak cukup berhadapan dengan teman yang baik, tetapi juga kita membutuhkan suatu komunitas yang baik dan sehat, sehingga kita bisa seimbang dalam menjalaninya. Misalkan Anda memiliki kemauan yang kuat untuk maju lebih baik, tetapi ketika Anda dalam lingkungan yang negatif maka Anda akan terkontaminasi, nilai-nilai kebaikan, kejujuran, tanggung jawab, sopan santun, tolong-menolong sesama manusia yang selama ini Anda miliki sedikit-sedikit akan luntur. Atau sebaliknya, kalau Anda berada dalam suatu komunitas yang positif, walaupun Anda pada awalnya negatif maka pergeseran dari perkataan dan perbuatan negatif itu akan terkontaminasi oleh nilai-nilai yang positif.

Maka Islam mengajarkan kepada kita konsep hijrah bukan saja pada fisik namun juga hijrah mental. Kita kenal bukan dengan sebuah hadits yang menggambarkan hal ini?. Di kisahkan seorang pembunuh yang telah membunuh 99 orang, ketika dia datang kepada seorang pendeta tentang keinginan bertaubat tetapi kata seorang pendeta itu tidak akan di terima tobatnya, Akhirnya pendeta tadi di bunuhnya juga sehingga menjadi korban yang ke-100.

Pada kenyataannya, dalam diri pembunuh itu masih menyimpan satu kerinduan yang tinggi untuk mendapatkan ampunan dari Tuhannya. Kemudian bertemulah dengan seorang laki-laki dan bertanya,"Apakah saya bisa mendapatkan ampunan setelah membunuh 100 orang?, laki-laki itu menjawab ,"ya, bisa kalau mau mengadakan perubahan". Trus apa yang harus saya lakukan"? kata seorang pembunuh, dan laki-laki itu menjawab,"Anda harus berpindah dari komunitas yang sekarang ke komunitas yang lain".

Jadi tindakan yang pertama berpindah dari linggkungan yang negatif ke lingkungan yang positif, perpindahan ini bukan saja pada aspek fisik tetapi juga aspek mental. Pada waktu perjalanan menuju tempat lain, pembunuh itu meninggal dunia. Pertanyaannya di manakah letak pembunuh itu, apakah Surga atau Neraka?

Terjadilah pembicaraan yang sengit antara Malaikat Rahmat dengan Malaikat Azab. Akhirnya, mereka sepakat untuk mendapatkan penengahan. Kalau terdapat pembunuh itu lebih dekat dengan tempat keburukan maka Malaikat Azablah yang mengambilnya. Namun, bila jarak pada tempat kebaikannya itu lebih dekat, maka Malaikat Rahmat mengangkat dan memasukannya kedalam Surga.

Ternyata kita tidak cukup hanya berpindah spiritual saja dalam melakukan perubahan diri. Mutlak juga di perlukan perpindahan fisik, dan lingkungan yang cukup memberikan pengaruh kepada kita untuk selalu berbuat apa-apa yang membuat-NYA ridha.

Wahai saudaraku…ada sebuah perkataan yang membuat saya tertarik. "Orang yang bermental pecundang akan berkata, perubahan itu mungkin tapi sulit". Sebaliknya, orang yang pemenang akan berkata lain,perubahan itu sulit tapi mungkin". Cobalah di renungi, semoga dengan perkataan ini bisa memperingan beban pemasalahan yang dihadapi.

Self Motivation

Kalau kita berbicara motivasi, tetunya kita mengenal dengan berbagai alasan orang mengerjakan sesuatu. Ada kalanya di niatkan cuma karena teman, karena takut sama doktor kalau tidak mengumpulkan tugas. Kuliyah sekadarnya saja dan bisa kita lihat yang kalau pergi ke Kuliyah gak bawa buku, pulpen pun tidak.
Agar perubahan dapat kita raih, rupanya kita perlu merenung dan jujur diri. Dapatkah kita merealisasikan 3 M ini, yaitu: Mulai dari diri sendiri, Mulai dari yang kecil dan Mulai saat ini pada aspek-aspek yang bernuansa positif. Seperti dalam keseharian kita, shalat berjamaah di masjid, hadir di kuliyah, mengikuti kajian-kajian, mendengar ceramahan dan lainnya.

Secara universal, motivasi terbagi menjadi 2 bagian yaitu motivasi yang datangnya dari dalam dan motivasi yang datangnya dari luar. Bisa di bayangkan bila seseorang termotivasi dari luar tentu dia akan merasakan apa ang disebut dengan istilah fluktuasi emosi. Kadang semangat kadang tidak. Jadi, hanya beberapa saat saja, kalaupun besemangat, dia tidak bisa istiqamah berkepanjangan seperti orang yang motivasinya berlandaskan kecintaannya terhadap yang menciptakan, yaitu Allah SWT. Dialah segala tempat mengadu, curhat, dan segala sumber solusi yang tak pernah kering dengan beriringnya zaman dan tempat.

Baiklah di sini saya hanya ingin mengangkat motivasi dari dalam atau self motivation. Kita memiliki aset yang di anugrahkan Allah, yaitu kebebasan untuk Memilih. Di dalam kehidupan ini ada pilihan-pilihan yang baik dan yang buruk, semua memiliki resiko dan konsekuensi. Ada formula yang terkadang kita melupakannya, yaitu faktor pertama; Ikhtiar dan usaha, karena secara hukum alam kita tidak mungkin mendapatkan sesuatu itu dengan gratis, instant dan langsung jadi. Butuh proses. Mustahil keinginan demi keinginan terwujud hanya berucap bimsalabim, langsung ada. Setelah itu faktor ke dua; do'a, ini sangat perlu, karena banyak keterbatasan-keterbatasan yang kita tak bisa untuk memikirkannya dengan akal sehat dan tak terjangkau oleh indra kita. Ke tiga, tawakkal dan berserah diri pada Allah. Apapun hasilnya, kita hanya sebatas perencanaan, Allahlah Yang Maha Merencanakan. Jelasnya dan pastinya, rencana Allahlah yang terjadi, atau manusia berencana Tuhanlah yang menentukan.

Epilog

What we are doing now? Marilah kita melakukan flash back, merancang kembali tujuan hidup kita, baik perencanaan hidup harian, mingguan, bulanan dan tahunan atau seumur hidup. Seandainya Allah SWT memberikan umur panjang, saya akan melakukan ini dan itu sampai akhir hayat.

Kebutuhan dalam perencanaan ini hendaknya menyeimbangkan antara jasmani, rohani dan fikiran kita. Hal ini di landasi dengan ikhlas karena Allah SWT semata dan sesuai dengan apa yang di contohkan oleh Nabi kita Muhammad SAW.
Terakhir, ingat selalu pesan yang tertulis di dalam Al-Qur'an, "..Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya…".





Read more...

Tuhan Tak Perlu “Dibela”

Tuesday, October 20, 2009
Tuhan Tak Perlu “Dibela”
Oleh:M2M

Membaca judul diatas mungkin akan tersirat dalam pandangan Anda bahwa penulis adalah seorang atheis, pluralis dan materialis. Tentu saja jawabannya tidak, malahan penulis begitu alergi dengan pemahaman-pemahaman yang akhir ini lagi ngetrend di perbincangkan. Ideologi ala komunis ini sebenarnya sudah ada sejak Islam datang. Ironisnya, generasi Islam sekarang malah kecolongan, dengan meluangkan waktunya dan menyibukkan diri berbulan bulan atau malah bertahun tahun untuk mengkaji barang yang sudah busuk dan kadaluarsa ini.

Dengan berbagai dalih mereka bertindak dan berbuat sedemikian rupa seakan- akan hal ini barang baru yang harus mendapatkan perhatian khusus. Dengan beberapa argumentasi mereka tak bosan-bosannya melakukan berbagai usaha, seperti membentengi aqidah dari bahaya virus yang membahayakan. Di sisi lain, ada juga sebagian kelompok muslim yang istiqomah “memulung” maklumat maklumat sudah pernah di kaji oleh ulama-ulama Islam pada masa itu. Kira-kira seribu tahun yang lalu mereka disibukkan dengan perkara yang sudah mendapatkan tempat yang layak untuk di katagorikan masalah khilafiyyah ini. Adapun yang akan di kaji atau di komentari tak lepas dari argumentasi dan dalil-dalil yang sudah di jabarkan secara detail (taslim )oleh pendahulu kita. Problematika yang dimaksudkan adalah seperti aqidah yang tidak dipungkiri lagi eksistensinya. Sebagaimana dimaklumi bahwasanya masalah aqidah juga mempunyai berbagai madzhab seperti dalam fikih.

DR mushtafa Syak’ah dalam bukunya Islam Bila Madzahib mengatakan “dalam perbedaan ini tidak akan mengakibatkan seseorang keluar dari Islam (millah) ketika ia tidak sependapat dengan yang lain. Pada intinya mereka hanya berselisih dalam masalah furuu’iyyah seperti masalah ta’wilul sifat, ru’yah,dan masalah af ’alul ‘ibad. Mereka pun bisa mengakui pebedaan tersebut dengan sebuah bukti ditemukannya kata kata mutiara yang sangat indah dan bijak ”akidah ahlu salaf aslam wa aqidah khalaf ahkam”

Apa yang dilontarkan oleh guru kita di atas jauh beda sekali dengan kondisi umat Islam saat ini. Penyebab hancurnya umat Islam dan bercarai berainya mereka disebabkan karena dua faktor. Faktor dari dalam (interen) maupun dari luar (ekstern). Tidaklah mengherankan jika para mufakkir Islam kontemporer terus menyuarakan pendapatnya baik melalui media cetak maupun elektronik. Mereka terus bersuara, terus berjuang dan berusaha. Dalam beberapa seminar yang pernah ada, baik yang sifatnya kajian atau hanya sebuah sikap solidaritas sesama muslim, meraka tak bosan menyuarakan satu kata; persatuan ummat islam atau ittihad sufuful muslimin.

Tak kalah menarik lagi adalah ketika melihat kondisi umat Islam abad ini, masih ada juga segolongan yang terus menyibukkan dirinya dengan tahkim ilahiyyah. Mereka kerepotan sekali, kebingungan untuk menentukan hakikat keberadaan tuhan. Adakah tuhan bertempat tinggal atau tidak ? Lebih jauh lagi pembahasan mereka, apakaah tuhan berada di atas atau di bawah, ditimur atau di barat ? Adakah tuhan mempunyai keserupaan sifat manusia seperti susah, sedih, gembira atau patah hati, wa hasya lillahi. Padahal kalau kita ingin mengetahui sikap dalam berpendapat para ulama salaf assalih, tampak jelas bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak mau memberikan banyak komentar dalam masalah ini .Di bawah ini ada beberapa contoh pendapat aimmatul arba’ah, seputar permasalahan istiwa’(keberadaan tuhan)

1) Pendapat imam Abu Hanifah; beliau menjawab ketika seorang menanyakan kepadanya tentang keberadaan Allah “man qola la a’rif anna llaha hal fi samai am fil ardhi faqad kafar li anna hadzal qaula yu’zanu anna llaha fi makanin wa man tawahama anna llaha fi makanin fahuwa mutasyabihun”.( lam ‘atul I’tikad fi syarhi al iqtishad lil hujatin Islam Abu Hamid al Gazali, hal; 344)

2) Pendapat Imam Malik ; beliau menjawab ketika ditanya seorang tentang keberadaaan tuhan “al istiwa ma’lumun” . Ibnu Khaldun mengatakan dalam muqadimahnya jilid ketiga “yang di maksud dengan jawaban imam Malik dengan kalimat ma’lumum ialah imam Malik tidak bermaksud mengatakan ma’lumun huwa ma’lumun lil tsubut al illah( bersemayamnya Allah) karena beliau mengetahui bahwasanya madlul ( sesuatu yang tunjukan) dan maudu’nya ( materi pembahasan) pada istiwa’ adalah al –istiqrar watamakkan ( bertempat dan bersemayam). Karena hal itu adalah sifat dari sifat-sifat jasmani, dan allah Swt. tidak bisa diserupakan dengan makhluk, beliau menambahkan pernyataanya dengan ungkapan walkaifu majhulun wa imanu binhi wajibun wa sualu anhu bidatun (lam’atul I’tikad fi syarhi al iqtishad lil hujatin Islam Abu Hamid al Gazali)

3) Pendapat Imam Syafi’i beliau berkata ketika seorang menanyakan kepadanya tentang keberadaan Allah( berada dilangit atau dibumi) beliau menjawab “saya mengimani tanpa menyerupakan-NYA dengan sesuatu , saya juga membenarkan keberadaa-NYA tanpa adanya penyerupaan yang menyerupainya”.
Oleh karenanya tak heran jika para Imam dan ulama salaf mengatakan bahwa orang yang menyerupakan Allah dengan sesuatu dijuluki dengan sebutan muatasyabihin wal mutajasimin. Padahal Allah telah berfirman dalam al-Quran ”Subhana Allahi amma yaquluna uluwwan kabiran”(maha suci Allah atas apa yang mereka ucapkan, Ia maha tinggi dan agung)
Dari sini, jelaslah sudah permasalahan ini. Ulama salaf dan ahlu hadist di dalam menafsiri kalimat istiwa dengan tafsiran Al mulk, al qahr, al jalal, al uzmah. Mereka juga menafsiri kata al uluw ( ke agungan) dengan secara ma’nawi bukan secara hissi ( jasmani) pendapat inilah yang dikemukakan ulama ahlul hadits seperti Alhafidz ibnu Hibban, Albaihaqi, dan ulama’ setelahnya seperti al imam almuhaddits Annawai dan imam ibnu hajar al Asqalani( pengarang kitab Fathul Bari Syarah Bukhari).

Inilah salah satu contoh yang kalau boleh penulis katakan sebuah permasalahan yang tidak membutuhkan “pendaur ulangan”. Mau tidak mau ketika permasalahan ini kita angkat kembali pasti akan bermuara kepada satu dalil, satu natijah yaitu al ikhtilaf. dengan model contoh permasalahan basi inilah penulis mengangkat sebuah tulisan dengan judul Tuhan Tak Perlu “Dibela”. Dalam hal ini Allah Swt. sudah menjelaskan kesucian dzatnya di berbagai macam surat dalam Alqur’an “laisa kamitslihi syaiun wa huwa assamiul bashir” ( tak satupun yang menyamainya, Dialah yang maha melihat dan maha mendengar). Juga pada surah Annisa’ ayat 126, al Maidah 55,al Hajj 26.

Diantara penyebab kemerosotan umat Islam saat ini adalah kurang memiliki perhatian terhadap masa depannya. Masa depan Islam yang begitu cerah kita keruhkan dengan kendornya semangat untuk maju. Kita ketahui didalam ajaran Islam bukan hanya di ajarkan shalat, puasa, dan I’tikaf saja. Jauh dari itu Islam memperhatikan berbagai sektor kehidupan manusia. Lihatlah Islam pada masa Rasulullah, sahabat tab’iin dan pada abad pertengahan kaum muslimin, mereka mempuyai andil besar dalam berbagai sektor kehidupan.
Nabi Muhammad kita kenal bukan hanya seorang rasul tapi beliau juga seorang yang dikenal mempunyai kepiawaian dalam memimpin( leadership ),berpolitik, dan berekonomi. lihatlah sejarah pada masa permulaan Islam di kota Mekah, bagaimana Rasulullah bisa menghadapi berbagai krisis yang menimpa dirinya dan umatnya, seperti krisis mental, keamanan, sosial, ekonomi dan kurangnya dukungan moril oleh rakyat Mekah dan para pemimpinnya. Tetapi dengan tekad yang kuat dan kokoh akhirnya sukseslah beliau dalam mengemban dakwah ilahi . Belum lagi kalau kita melihat sejarah pra hijrah dari Mekah ke Madinah, beliau sukses dalam membebaskan tanah di sekitar jazirah Arabiyah. Tak heran setelah beliau sampai di Madinah beberapa pemimpin kabilah datang berbondong bondong dengan menyatakan baiat kepadanya.
Tidak ketinggalan pula Islam pada masa sahabat dan tabiin, di masa inilah Islam memulai membentangkan sayapnya sampai kebenua Afrika dan Asia. Tak kalah juga kehebatan kaum muslimin pada abad pertengahan Islam, hingga lahirlah beberapa tokoh-tokoh cendikiawan muslim yang mereka bukan cuma ahli dalam ilmu agama seperti tafsir dan hadits. Beliau-beliau itu juga pakar dalam berbagai bidang ilmu umum. Kita kenal sosok Ibnu Khaldun, Ibn Rusyd, Al farrabi, Ibn Sina, Fakhruddin Arrazi dan sebaginya. Dari tangan-tangan merekalah lahir berbagai macam disiplin ilmu yang sangat membantu sekali dalam pengembangan keilmuan pada abad ini. Tak heran lahirlah berbagai buku yang menjadi rujukan utama dalam ilmu kedokteran, filsafat, fisika, astronomi, biologi, kimia, ilmu sosial dan politik. Namun, coba kita lihat bersama kondisi umat Islam saat ini. Ummat Islam kalah berbagai sector dengan barat, mereka jauh diatas kita.

Para ilmuan menjamur di negeri sana, padahal mereka meyakini bahwasanya keberhasilan mereka dalam ilmu pengetahuan tak terlepas dari jerih payah yang di lakukan oleh ilmuan muslim di abad pertengahan.
Kapan lagi kalau bukan sekarang ! Adakah di antara kita mempunyai waktu khusus untuk mengkaji dan meneliti secara dalam tentang masalah masalah yang di hadapi ummat Islam saat ini ?

Terakhir sebuah pertanyaan yang harus kita jawab bersama. Kapan zaman keemasan Islam akan kita nikmati kembali???????????????




Read more...