Tuhan Tak Perlu “Dibela”

Tuesday, October 20, 2009

Tuhan Tak Perlu “Dibela”
Oleh:M2M

Membaca judul diatas mungkin akan tersirat dalam pandangan Anda bahwa penulis adalah seorang atheis, pluralis dan materialis. Tentu saja jawabannya tidak, malahan penulis begitu alergi dengan pemahaman-pemahaman yang akhir ini lagi ngetrend di perbincangkan. Ideologi ala komunis ini sebenarnya sudah ada sejak Islam datang. Ironisnya, generasi Islam sekarang malah kecolongan, dengan meluangkan waktunya dan menyibukkan diri berbulan bulan atau malah bertahun tahun untuk mengkaji barang yang sudah busuk dan kadaluarsa ini.

Dengan berbagai dalih mereka bertindak dan berbuat sedemikian rupa seakan- akan hal ini barang baru yang harus mendapatkan perhatian khusus. Dengan beberapa argumentasi mereka tak bosan-bosannya melakukan berbagai usaha, seperti membentengi aqidah dari bahaya virus yang membahayakan. Di sisi lain, ada juga sebagian kelompok muslim yang istiqomah “memulung” maklumat maklumat sudah pernah di kaji oleh ulama-ulama Islam pada masa itu. Kira-kira seribu tahun yang lalu mereka disibukkan dengan perkara yang sudah mendapatkan tempat yang layak untuk di katagorikan masalah khilafiyyah ini. Adapun yang akan di kaji atau di komentari tak lepas dari argumentasi dan dalil-dalil yang sudah di jabarkan secara detail (taslim )oleh pendahulu kita. Problematika yang dimaksudkan adalah seperti aqidah yang tidak dipungkiri lagi eksistensinya. Sebagaimana dimaklumi bahwasanya masalah aqidah juga mempunyai berbagai madzhab seperti dalam fikih.

DR mushtafa Syak’ah dalam bukunya Islam Bila Madzahib mengatakan “dalam perbedaan ini tidak akan mengakibatkan seseorang keluar dari Islam (millah) ketika ia tidak sependapat dengan yang lain. Pada intinya mereka hanya berselisih dalam masalah furuu’iyyah seperti masalah ta’wilul sifat, ru’yah,dan masalah af ’alul ‘ibad. Mereka pun bisa mengakui pebedaan tersebut dengan sebuah bukti ditemukannya kata kata mutiara yang sangat indah dan bijak ”akidah ahlu salaf aslam wa aqidah khalaf ahkam”

Apa yang dilontarkan oleh guru kita di atas jauh beda sekali dengan kondisi umat Islam saat ini. Penyebab hancurnya umat Islam dan bercarai berainya mereka disebabkan karena dua faktor. Faktor dari dalam (interen) maupun dari luar (ekstern). Tidaklah mengherankan jika para mufakkir Islam kontemporer terus menyuarakan pendapatnya baik melalui media cetak maupun elektronik. Mereka terus bersuara, terus berjuang dan berusaha. Dalam beberapa seminar yang pernah ada, baik yang sifatnya kajian atau hanya sebuah sikap solidaritas sesama muslim, meraka tak bosan menyuarakan satu kata; persatuan ummat islam atau ittihad sufuful muslimin.

Tak kalah menarik lagi adalah ketika melihat kondisi umat Islam abad ini, masih ada juga segolongan yang terus menyibukkan dirinya dengan tahkim ilahiyyah. Mereka kerepotan sekali, kebingungan untuk menentukan hakikat keberadaan tuhan. Adakah tuhan bertempat tinggal atau tidak ? Lebih jauh lagi pembahasan mereka, apakaah tuhan berada di atas atau di bawah, ditimur atau di barat ? Adakah tuhan mempunyai keserupaan sifat manusia seperti susah, sedih, gembira atau patah hati, wa hasya lillahi. Padahal kalau kita ingin mengetahui sikap dalam berpendapat para ulama salaf assalih, tampak jelas bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak mau memberikan banyak komentar dalam masalah ini .Di bawah ini ada beberapa contoh pendapat aimmatul arba’ah, seputar permasalahan istiwa’(keberadaan tuhan)

1) Pendapat imam Abu Hanifah; beliau menjawab ketika seorang menanyakan kepadanya tentang keberadaan Allah “man qola la a’rif anna llaha hal fi samai am fil ardhi faqad kafar li anna hadzal qaula yu’zanu anna llaha fi makanin wa man tawahama anna llaha fi makanin fahuwa mutasyabihun”.( lam ‘atul I’tikad fi syarhi al iqtishad lil hujatin Islam Abu Hamid al Gazali, hal; 344)

2) Pendapat Imam Malik ; beliau menjawab ketika ditanya seorang tentang keberadaaan tuhan “al istiwa ma’lumun” . Ibnu Khaldun mengatakan dalam muqadimahnya jilid ketiga “yang di maksud dengan jawaban imam Malik dengan kalimat ma’lumum ialah imam Malik tidak bermaksud mengatakan ma’lumun huwa ma’lumun lil tsubut al illah( bersemayamnya Allah) karena beliau mengetahui bahwasanya madlul ( sesuatu yang tunjukan) dan maudu’nya ( materi pembahasan) pada istiwa’ adalah al –istiqrar watamakkan ( bertempat dan bersemayam). Karena hal itu adalah sifat dari sifat-sifat jasmani, dan allah Swt. tidak bisa diserupakan dengan makhluk, beliau menambahkan pernyataanya dengan ungkapan walkaifu majhulun wa imanu binhi wajibun wa sualu anhu bidatun (lam’atul I’tikad fi syarhi al iqtishad lil hujatin Islam Abu Hamid al Gazali)

3) Pendapat Imam Syafi’i beliau berkata ketika seorang menanyakan kepadanya tentang keberadaan Allah( berada dilangit atau dibumi) beliau menjawab “saya mengimani tanpa menyerupakan-NYA dengan sesuatu , saya juga membenarkan keberadaa-NYA tanpa adanya penyerupaan yang menyerupainya”.
Oleh karenanya tak heran jika para Imam dan ulama salaf mengatakan bahwa orang yang menyerupakan Allah dengan sesuatu dijuluki dengan sebutan muatasyabihin wal mutajasimin. Padahal Allah telah berfirman dalam al-Quran ”Subhana Allahi amma yaquluna uluwwan kabiran”(maha suci Allah atas apa yang mereka ucapkan, Ia maha tinggi dan agung)
Dari sini, jelaslah sudah permasalahan ini. Ulama salaf dan ahlu hadist di dalam menafsiri kalimat istiwa dengan tafsiran Al mulk, al qahr, al jalal, al uzmah. Mereka juga menafsiri kata al uluw ( ke agungan) dengan secara ma’nawi bukan secara hissi ( jasmani) pendapat inilah yang dikemukakan ulama ahlul hadits seperti Alhafidz ibnu Hibban, Albaihaqi, dan ulama’ setelahnya seperti al imam almuhaddits Annawai dan imam ibnu hajar al Asqalani( pengarang kitab Fathul Bari Syarah Bukhari).

Inilah salah satu contoh yang kalau boleh penulis katakan sebuah permasalahan yang tidak membutuhkan “pendaur ulangan”. Mau tidak mau ketika permasalahan ini kita angkat kembali pasti akan bermuara kepada satu dalil, satu natijah yaitu al ikhtilaf. dengan model contoh permasalahan basi inilah penulis mengangkat sebuah tulisan dengan judul Tuhan Tak Perlu “Dibela”. Dalam hal ini Allah Swt. sudah menjelaskan kesucian dzatnya di berbagai macam surat dalam Alqur’an “laisa kamitslihi syaiun wa huwa assamiul bashir” ( tak satupun yang menyamainya, Dialah yang maha melihat dan maha mendengar). Juga pada surah Annisa’ ayat 126, al Maidah 55,al Hajj 26.

Diantara penyebab kemerosotan umat Islam saat ini adalah kurang memiliki perhatian terhadap masa depannya. Masa depan Islam yang begitu cerah kita keruhkan dengan kendornya semangat untuk maju. Kita ketahui didalam ajaran Islam bukan hanya di ajarkan shalat, puasa, dan I’tikaf saja. Jauh dari itu Islam memperhatikan berbagai sektor kehidupan manusia. Lihatlah Islam pada masa Rasulullah, sahabat tab’iin dan pada abad pertengahan kaum muslimin, mereka mempuyai andil besar dalam berbagai sektor kehidupan.
Nabi Muhammad kita kenal bukan hanya seorang rasul tapi beliau juga seorang yang dikenal mempunyai kepiawaian dalam memimpin( leadership ),berpolitik, dan berekonomi. lihatlah sejarah pada masa permulaan Islam di kota Mekah, bagaimana Rasulullah bisa menghadapi berbagai krisis yang menimpa dirinya dan umatnya, seperti krisis mental, keamanan, sosial, ekonomi dan kurangnya dukungan moril oleh rakyat Mekah dan para pemimpinnya. Tetapi dengan tekad yang kuat dan kokoh akhirnya sukseslah beliau dalam mengemban dakwah ilahi . Belum lagi kalau kita melihat sejarah pra hijrah dari Mekah ke Madinah, beliau sukses dalam membebaskan tanah di sekitar jazirah Arabiyah. Tak heran setelah beliau sampai di Madinah beberapa pemimpin kabilah datang berbondong bondong dengan menyatakan baiat kepadanya.
Tidak ketinggalan pula Islam pada masa sahabat dan tabiin, di masa inilah Islam memulai membentangkan sayapnya sampai kebenua Afrika dan Asia. Tak kalah juga kehebatan kaum muslimin pada abad pertengahan Islam, hingga lahirlah beberapa tokoh-tokoh cendikiawan muslim yang mereka bukan cuma ahli dalam ilmu agama seperti tafsir dan hadits. Beliau-beliau itu juga pakar dalam berbagai bidang ilmu umum. Kita kenal sosok Ibnu Khaldun, Ibn Rusyd, Al farrabi, Ibn Sina, Fakhruddin Arrazi dan sebaginya. Dari tangan-tangan merekalah lahir berbagai macam disiplin ilmu yang sangat membantu sekali dalam pengembangan keilmuan pada abad ini. Tak heran lahirlah berbagai buku yang menjadi rujukan utama dalam ilmu kedokteran, filsafat, fisika, astronomi, biologi, kimia, ilmu sosial dan politik. Namun, coba kita lihat bersama kondisi umat Islam saat ini. Ummat Islam kalah berbagai sector dengan barat, mereka jauh diatas kita.

Para ilmuan menjamur di negeri sana, padahal mereka meyakini bahwasanya keberhasilan mereka dalam ilmu pengetahuan tak terlepas dari jerih payah yang di lakukan oleh ilmuan muslim di abad pertengahan.
Kapan lagi kalau bukan sekarang ! Adakah di antara kita mempunyai waktu khusus untuk mengkaji dan meneliti secara dalam tentang masalah masalah yang di hadapi ummat Islam saat ini ?

Terakhir sebuah pertanyaan yang harus kita jawab bersama. Kapan zaman keemasan Islam akan kita nikmati kembali???????????????



0 comments:

Post a Comment